Askep Gagal Ginjal Kronik
Konsep medis gagal ginjal kronik
1.
Pengertian
Pengertian mengenai
Gagal Ginjal Kronik banyak diungkapkan oleh beberapa ahli, walaupun cara
pandang para ahli berbeda tetapi mengandung arti yang sama, diantaranya :
Gagal Ginjal Kronis
adalah suatu kondisi yang permanen dan irreversible dimana ginjal
berhenti untuk membuang sampah metabolik dan air yang berlebihan dari darah
(Price, 2001).
Gagal Ginjal Kronik
adalah suatu sindrom klinis yang disebabkan penurunan fungsi ginjal yang
bersifat menahun, berlangsung progresif dan cukup lanjut (Suyono, 2001).
Gagal Ginjal Kronik
adalah penyakit renal yang progresif dan irreversible
dimana kemampuan tubuh gagal untuk mempertahankan metabolisme dan keseimbangan
cairan dan elektrolit, menyebabkan uremia (retensi urea dan sampah nitrogen
lain dalam darah) (Smeltzer, 2002).
Dari ketiga
pengertian di atas, dapat disimpulkan bahwa Gagal Ginjal Kronis atau renal
tahap akhir (ESRD) merupakan gangguan fungsi renal yang progresif dan
irreversible dimana kemampuan tubuh gagal untuk mempertahankan metabolisme dan
keseimbangan cairan dan elektrolit, menyebabkan uremia (retensi ureum dan
sampah nitrogen lain dalam darah).
2.
Etiologi
Gagal ginjal kronik
merupakan suatu keadaan klinis kerusakan ginjal yang progresif dan irreversibel
dari berbagai penyebab. Sebab-sebab gagal ginjal kronik yang sering ditemukan
yaitu :
a.
Infeksi/ penyakit peradangan :
pielonefritis kronis dan glomerulonefritis.
b.
Penyakit vaskular/ hipertensi :
nefroskerosis benigna/maligna dan stenosis arteri renalis.
c.
Gangguan jaringan penyambung :
lupus eritematosus sistemik, poliarteritis nodose dan skerosis sistemik
progresif.
d.
Gangguan kongenital/ herediter :
penyakit ginjal polikistik dan ansidosis tubulus ginjal.
e.
Penyakit metabolik : diabetes
melitus, gout, hiperparatiroidisme dan amiloidosis.
f.
Nefropati toksik :
penyalahgunaan analgetik dan nefropati timbal.
g.
Neuropati obstruktif
h.
Saluran kemih bagian atas yaitu
neoplasma dan fibrosis retriberitonial.
i.
Saluran kemih bagian bawah
yaitu hipertropi prostat, struktur uretra anomali kongenital pada leher kandung
kemih dan uretra (Price, 2001).
3.
Patofisiologi
Pada penderita gagal
ginjal kronik, akan mengalami penurunan fungsi ginjal, produk akhir metabolisme
protein (ureum, kreatinin, asam urat yang normalnya dieksresikan kedalam urine)
tertimbun dalam darah. Terjadi uremia dan mempengaruhi sistem tubuh. Semakin
banyak timbunan produk sampah, maka gejala akan semakin berat (Smeltzer, 2002).
a.
Penurunan laju filtrasi
glomerolus (GFR)
Penurunan GFR terjadi akibat tidak berfungsinya
glomeruli, kreatinin akan menurun dan kadar kreatinin serum meningkat. Selain
itu kadar nitrogen urea darah (BUN) akan meningkat.
b.
Retensi cairan dan natrium.
Ginjal juga tidak mampu untuk mengkonsentrasikan atau
mengencerkan urine secara normal pada penyakit ginjal tahap terakhir, respon ginjal
yang sesuai terhadap perubahan masukan cairan dan elektrolit sehari-hari tidak
terjadi. Penahanan natrium dan cairan, meningkatkan resiko terjadinya oedema,
gagal jantung kongesti dan hipertensi. Hipertensi dapat terjadi aktivasi aksis
renin- angiotensin-aldosteron. Mempunyai kecenderungan untuk kehilangan garam
mencetuskan resiko hipertensi dan hipovolemi.
c.
Asidosis
Terjadi asidosis metabolik seiring dengan ketidakmampuan
ginjal mengeksresikan muatan asam (H +) yang berlebihan. Penurunan
sekresi asam terutama akibat ketidakmampuan tubulus ginjal untuk mensekresikan
amonia (NH3+) dan mengabsorpsi natrium bikarbonat (HCO3 -).
Nilai normal adalah 16-20 mEq/L. Penurunan eksresi fosfat dan asam organik lain
juga terjadi. Pada sebagian klien GGK asidosis metabolik terjadi. pada
tingkatan ringan dengan Ph darah tidak kurang dari 7,35. nilai normalnya
7,35-7,45.
d.
Anemia
Terjadi akibat dari produksi eritropoetin yang tidak
adekuat (racun uremik dapat menginaktifkan eritropoetin atau menekan sum-sum
tulang terhadap eritropoetin). Memendeknya usia sela darah merah, defisiensi
nutrisi dan kecenderungan mengalami perdarahan terutama disaluran
gastrointestinal, anemia akan menyebabkan kelelahan, dapat timbul dispneu
sewaktu penderita melakaukan kegiatan fisik. Anemia GGK akan timbul apabila
kreatinin serum lebih dari 3,5 mg/100 ml atau GFR menurun 30 % dari normal.
e.
Ketidakseimbangan kalsium dan
fosfat
Dengan menurunnya filtrasi ginjal dapat meningkatkan
kadar fosfat serum dan sebaliknya serta peningkatan fosfat serum menyebabkan
sekresi parathormon dari kelenjar paratiroid tapi pada GGK tubuh tidak berespon
normal terhadap peningkatan sekresi hormon dan akibatnya kalsium tulang menurun
sehingga menyebabkan perubahan pada tulang. Selain itu metabolik aktif vitamin
D (1,25 dehidrosikolekalsiferol) yang secara normal dibuat diginjal menurun
seiring perkembanagan gagal ginjal.
f.
Ketidakseimbangan kalium
Hiperkalemia timbul pada klien GGK yang mengalami
Oligouri disamping itu asidosis sistemik dapat menimbulkan hiperkalemia melalui
pergesaran K+ dari sel kecairan ekstra seluler. Bila K +
antara 7-8 mEq/ L akan timbul disritmia yang fatal bahkan henti jantung.
g.
Hipermagnesemia
Uremia akan mengalami penurunan kemampuan meneksresikan
magnesium, sehingga kadar magnesium serum meningkat (nilai normal 1,5-2,3
mEq/L).
h.
Hiperurisemia
GGK dapat menimbulkan gangguan eksresi asam urat sehingga
kadar asam urat meningkat (nilai normal 4-6 mg/100 ml) sehingga dapat
menimbulkan serangan arthithis Gout akibat endapan garam urat pada sendi dan
jaringan lunak
i.
Penyakit tulang uremik
Osteodistropi renal terjadi dari perubahan kompleks
kalsium, fospat dan ketidakseimbangan parathormon.
j.
Kelainan metabolisme
Merupakan ciri khas syndrome uremik, meski mekanismenya
belum jelas. Terjadi akibat gangguan metabolisme protein akibat dari sintesa
protein abnormal. Gangguan metabolisme karbohidrat juga terjadi, kadar gula
darah puasa meningkat tapi tidak lebih dari 200 mg/100ml. Akibatnya jaringan
perifer tidak peka terhadap insulin, dimana ginjal gagal menonaktifkan 1-5 %
insulin dari uremia. Metabolisme lemak terjadi akibat peningkatan kadar
trigliserida serum karena peningkatan glukosa dan insulin serta penggunaan
asetat dalam dialisat.
4.
Tanda dan Gejala
Pada penderita gagal ginla kronik
ditandai oleh nilai GFR yang turun dibawah normal (125 ml/mnt), kemudian
apabila GFR menurun, maka kadar kreatinin dan BUN (Blood Urea Nitrogen) plasma
akan meningkat diatas normal atau terjadi azotemia (konsentrasi BUN normal 10 –
20 mg/100 mg) seedangkan konsentrasi kreatinin plasma 0,7 – 1,5 mg/100ml. Kedua
zat ini merupakan hasil akhir nitrogen dari metabolisme protein yang normalnya
disekresi dalam kemih (Price, 2001).
Perjalanan umum gagal ginjal
progresif dapat dibagi menjadi 3 stadium, yaitu (Price, 2001) :
a.
Stadium pertama (penurunan
cadangan ginjal)
Selama stadium ini kreatinin dan kadar BUN normal dan
penderita asimtomatik, nilai GFR adalah 40 – 45 %.
b.
Stadium kedua ( insufiensi
ginjal )
Dimana lebih 75 % jaringan yang berfungsi telah rusak .
pada tahap ini kadar BUN sudah mulai meningkat diatas normal. Nilai GFR adalah
20 – 50 %. Peningkatan ini berbeda – beda tergantung dari kadar protein dalam
diet, pada stadium ini kadar kretinin serum juga mulai meningkat melebihi kadar
normal.
c.
Stadium akhir (Uremia)
Stadium ini timbul
apabila sekitar 90 % dari nefron telah hancur atau hanya sekitar 20.000 nefron
saja yang masih utuh. Nilai GFR hanya 10 % dari keadaan normal dan bersihan
kreatinin mungkin sebesar 5 – 10 ml/ mnt atau kurang. Pada keadaan ini
kreatinin serum dan kadar BUN akan meningkat sangat mencolok, sebagai respon
terhadap GFR yang mengalami sedikit penurunan. Pada stadium ini penderita mulai
merasakan gejala yang cukup parah, karena ginjal tidak mampu mempertahankan
kembali homeiostasis cairan dan elektrolit dalam tubuh, kemih menjadi
isoosmosis dan biasanya oligouri dan syndro uremik. Pada stadium akhir gagal
ginjal pasti meninggal kecuali mendapat pengobatan transplanasi ginjal atau
dialisis.
5.
Komplikasi
a.
Anemia
b.
Perdarahan dari perut atau usus
c.
Disfungsi otak, kebingungan dan
dimensia
d.
Perubahan kadar elektrolit
e.
Perubahan gula darah (glukosa)
f.
Kerusakan saraf kaki dan lengan
g.
Penumpukan cairan di sekitar
paru-paru
h.
Kompliksi jantung dan pembuluh
darah
i.
Hepatitis B, hepatitis C, gagal
hati
j.
Hiperparatiroidisme
k.
Peningkatan resiko infeksi
l.
Malnitrisi
m.
Peningkatan jumlah fosfor dan
kalium
n.
Kejang
o.
Kulit kering, gatal
p.
Melemahnya tulang (Smeltzer,
2002).
6.
Dampak Gagal Ginjal Terhadap Perubahan Fungsi Sistem Tubuh
a.
Sistem pernafasan
Pernafasan yang berat dan dalam (kusmaul) dapat terjadi
pada pasien yang menderita asidosis berat, komplikasi lain akibat GGK adalah
paru-paru uremik dan pneumonitis. Keadaan Oedema paru dapat terlihat pada
thorax foto dimana disertai kelebihan cairan akibat retensi natrium dan air,
batuk non produktif juga dapat terjadi sekunder dari kongesti paru-paru
terutama saat berbaring, suara rales akibat adanya transudasi cairan paru.
Kongesti pulmonal akan menghilang dengan penurunan jumlah cairan tubuh melalui
pembatasan garam dan hemodialisis.
b.
Sistem kardiovaskuler
Hipertensi akibat penimbunan cairan / garam atau
peningkatan sistem renin-angiotensin-aldosteron, nyeri dada dan sesak nafas akibat
perikarditis, efusi pericardial, penyakit jantung koroner akibat
arterosklerotis yang timbul dini dan gagal jantung akibat penimbunan cairan dan
hipertensi, adanya oedema periorbital, pitting oedema, prictionrub pericardial
dan adanya pembesaran vena leher.
c.
Sistem Gastrointestinal
Adanya anoreksia, nause dan vomitus akibat gangguan
metabolisme protein diusus, ternbentuknya zat toksik akibat metabolisme di usus
seperti amonia dan metil guadin. Zat toksik tersebut merupakan bahan iritan
yang dapat menimbulkan defek mukosa barier, histamin terangsang untuk
menguluarakan asam lambung. Foetor uremik disebabkan ureum berlebih pada saliva
yang diubah oleh bekteri dimulut sehingga menjadi amonia sehingga nafas berbau
amoniaq yang menimbulkan stomatitis atau paratitis. Cegukan ( hiccup ) terjadi
tapi penyebabnya belum jelas dapat berhubungan dengan sisten saraf otonom.
d.
Sistem Integumen
Kulit berwarna pucat karena anemia, kekuningan akibat
penimbunan urekom, gatal-gatal terjadi akibat toksik uremik dan pengendapan
kalsium di pori-pori kulit, ekimosis terjadi akibat gangguan hematologi, urea
frost akibat kristalisasi urea yang ada pada keringat (jarang terjadi).
e.
sistem Muskuloskeletal
1)
restless leg syndrom : pasien
merasa pegal di bagian kaki sehingga selalu digerakkan
2)
burning feet syndrom : rasa
kesemutan dan seperti terbakar terutama di telapak kaki.
3)
Ensefalopati metabolik : lemeh,
tidak biasa tidur, gangguan konsentrasi, tremor dan kejang.
f.
Sistem endokrin
1)
Gangguan seksual : libido,
fertilitas dan ereksi menurun pada pria akibat testosteron dan spermatogenesis
menurun, sebeb lain karena hormon tertentu ( paratiroid ), pada wanita gangguan
menstruasi, gangguan ovulasi dengan sampai amenorhoe.
2)
Gangguan metabolisme glukosa,
retensi insulin dan gangguan sekresi insulin.
3)
Gangguan metabolisme lemak dan
vitamin D.
g.
Sistem Hematologi
1)
Anemia karena disebabkan oleh
penurunan produksi eritropoetin, hemolisis, defisiensi zat besi, asam folat dan
nafsu makan berkurang, perdarahan, fibrosis sum – sum tulang akibat
hiperparatiroidism sekunder.
2)
Gangguan fungsi trombosit dan
trombositopeni.
3)
Gangguan leukosit, fagositosis
dan kemotaksis berkurang, fungsi limfosit menurun dan imunitas berkurang.
h.
Sistem Perkemihan
Hilangnya kemampuan pemekatan atau pengenceran kemih
dari kadar plasma, Bj kemih 1.010 (nilai normal 1.013). Perubahan tersebut
mengakibatkan klien uremia sehingga mudah mengalami perubahan keseimbangan air
yang akut. Pemasangan kateter atau pemasangan selang nefrostomy biasanya dapat
mambantu dalam pengeluaran urine dan pengukuran keseimbangan cairan tersebut.
Gangguan elektrolit dapat terjadi akibat hiperfosthamia, hiperkalemia atau
hipokalsemia (Price, 2001).
7.
Pemeriksaan Penunjang
Menurut Suyono, S.,
(2001) untuk memperkuat diagnosis diperlukan pemeriksaan penunjang, diantaranya
:
a.
Pemeriksaan Laboratorium
Pemerikasaan laboratorium dilakukan untuk menetapkan
adanya gagal ginjal kronik, menetapkan ada tidaknya kegawatan, menetukan
derajat gagal ginjal kronik, menetapkan gangguan sistem dan membantu menetapkan
etiologi. Dalam menetapkan ada atau tidaknya gagal ginjal, tidak semua faal
ginjal perlu diuji. Untuk keperluan praktis yang paling lazim diuji adalah laju
filtrasi glomerulus (LFG).
b.
Pemeriksaan Elektrokardiografi (EKG)
Untuk melihat kemungkinan hipertrofi ventrikel kiri,
tanda-tanda perikarditis (misalnya voltase rendah), aritmia, dan gangguan
elektrolit (hiperkalemia, hipokalsemia).
c.
Pemeriksaan Ultrasonografi (USG)
Menilai besar dan bentuk ginjal, tebal korteks ginjal,
kepadatan parenkim ginjal, anatomi sistem pelviokalises,
ureter proksimal, kandung kemih serta prostat. Pemeriksaan ini bertujuan untuk
mencari adanya faktor yang reversible
seperti obstruksi oleh karena batu atau massa
tumor, juga untuk menilai apakah proses sudah lanjut (ginjal yang lisut). USG
ini sering dipakai karena merupakan tindakan yang non-invasif dan tidak
memerlukan persiapan khusus.
d.
Foto Polos Abdomen
Sebaiknya tanpa puasa, karena dehidrasi dapat
memperburuk fungsi ginjal. Menilai bentuk dan besar ginjal dan apakah ada batu
atau obstruksi lain.
e.
Pemeriksaan Pielografi Retrogad
Dilakukan bila dicurigai ada obstruksi yang reversible.
f.
Pemeriksaan Foto Dada
Dapat terlihat tanda-tanda
bendungan paru akibat penumpukan cairan (fluid
overload), efusi pleura, kardiomegali dan efusi perikardial.
8.
Penatalaksanaan Medis
Tujuan
penatalaksanaan adalah untuk mempertahankan fungsi ginjal dan hemotasis selama
mungkin, seluruh faktor yang berperan pada ginjal tahap akhir dan faktor yang
dapat dipulihkan (misalnya : obstruksi) diidentifikasi dan ditangani dengan
tiga strategi, yaitu :
a.
Memperlambat progresi gagal
ginjal
Dengan pengobatan hipetensi dengan antihipertensi,
pembatasan asupan protein untuk mengurangi hiperfiltrasi glomerolus, restriksi
fosfor untuk mencegah hiperparatiroidisme sekunder, mengurangi protein uri,
pengendalian hiperlipidemia dengan olahraga dan diet.
b.
Mencegah kerusakan ginjal lebih
lanjut
Dengan pencegahan kekurangan cairan, sepsis, hipertensi
yang tidak terkendali dan penggunaan obat nefrotoksik seperti amino – glikosid,
obat anti inflamasi non steroid harus dihindari.
c.
Pengelolaan uremia dan
komplikasinya
Pencegahan gangguan keseimbangan cairan elektrolit
dengan restriksi asupan cairan dan natrium serta pemberian terapi diuretik.
Cairan yang diminum harus dibatasi dan diawasi < 1 ltr/hari, keadaan berat
500 ml/hari untuk menghindari hidrasi berlabih/ kurang. Untuk membantu
mengurangi asidosis dengan cara pantau LFG tidak < 25 ml/mnt, diet rendah
protein 0,6 gr/kg/BB/hari. Pembatasan asupan kalium dari makanan, transfusi
darah diberikan bila perlu dan dapat memperbaiki keadan klinis secara nyata.
Kadar fosfor serum harus dikendalikan dengan diet rendah fosfor (daging dan susu)
untuk mencegah hiperparatiroidesme. Pemberian allopurinol bila ada peningkatan
asam urat (100 mg – 300 mg) bila > 10 mg/dl. Dan insisi dialisis atau transplantasi
ginjal bila tahap GFR sekitar 5 – 10 ml/mnt.
Menurut Smeltzer, (2002) komplikasi potensial gagal
ginjal kronis yang memerlukan pendekatan kolaboratif dalam perawatan mencakup :
1)
Keseimbangan cairan dan
elektrolit
Asupan dibatasi < 1 liter/hari, tahap berat < 500
ml/hari, natrium klorida (NaCl) < 2-4 gram/hari, tergantung beratnya edema
dan diuretic furosemid.
2)
Hiperkalemia
Biasanya dicegah dengan penanganan dialisis yang adekuat
disertai pengambilan kalium dan pemantauan yang cermat terhadap kandungan
kalium pada seluruh medikasi oral maupun intravena. Pasien diharuskan diet
rendah kalium.
3)
Hipertensi
Biasanya hipertensi dapat dikontrol secara efektif
dengan pembatasan natrium dan cairan, serta melalui ultrafiltrasi bila
penderita menjalani hemodialisis. Hipertensi dapat ditangani juga dengan
berbagai medikasi antihipertensi kontrol volume intravaskuler. Gagal jantung
kongestif dan edema pulmoner juga memerlukan penanganan pembatasan cairan, diet
rendah natrium, diuretik, agen inotropik, seperti digitalis atau dobutamine,
dan dialisis.
4)
Asidosis Metabolik
Asidosis metabolik pada gagal ginjal kronik biasanya
tanpa gejala dan tidak memerlukan penanganan; namun demikian, suplemen natrium
karbonat atau dialisis mungkin diperlukan untuk mengoreksi asidosis jika
kondisi ini menimbulkan gejala. Bentuk pengobatan yang paling logis adalah
dialisis.
5)
Diet rendah protein untuk
mencegah hiperfiltrasi glomerulus. Kalori 35 kal/kg BB, protein 0,6 gram.kg
BB/hari
6)
Kalsium dan fosfar :
hipokalsemia dan retensi fosfar oleh ginjal. LFG < 30 ml/menit diperlukan
pengikat fosfat seperti kalsium karbonat atau kalsium asetat diberikan saat
makan.
7)
Hiperurisemia : diberikan
100-300 mg apabila >10 mg/dl atau terdapat riwayat gout.
8)
Anemia
Oleh karena penyebab utama pada gagal ginjal kronik
(GGK) tampaknya berupa penurunan sekresi eritropoetin oleh ginjal yang sakit,
maka pengobatan yang ideal adalah penggantian hormon ini. Selain ini juga
dilakukan pengobatan untuk anemia uremik adalah dengan memperkecil kehilangan
darah, pemberian vitamin, androgen, dan transfusi darah.
9)
Abnormalitas neurologi
Pasien dilindungi dari cedera dengan menempatkan
pembatas tempat tidur. Awitan kejang dicatat dalam hal tipe, durasi dan efek
umum terhadap pasien. Diazepam intravena atau penitoin diberikan untuk
mengendalikan kejang.
10) Osteodistrofi ginjal
Salah satu tindakan terpenting untuk mencegah timbulnya
hiperparatiroidisme sekunder dan segala akibatnya adalah diet rendah posfat
dengan pemberian gel yang dapat mengikat posfat dalam usus. Diet rendah protein
biasanya mengandung rendah posfat.
11) Dialisis dan transplantasi ginjal
Dialisis dan transplantasi ginjal dilakukan pada gagal
ginjal stadium akhir. Dialisis digunakan untuk mempertahankan penderita dalam
keadaan klinis yang optimal sampai tersedia donor ginjal. Dialisis ini
dilakukan dengan mengalirkan darah kedalam suatu tabung ginjal buatan
(dialiser) yang terdiri dari 2 kompartemen yang terpisah. Cairan dialisis dan
darah yang terpisah akan mengalami perubahan konsentrasi karena zat terlarut
berpindah dari konsentrasi tertinggi ke arah konsentrasi yang rendah sampai
konsentrasi zat terlarut sama di kedua kompartemen (difusi).
9.
Pengobatan
a.
Pengobatan untuk ERSD hanya
dialysis atau transplantasi ginjal. Persiapan mencakup belajar tentang dialysis
dan jenis terapi dialis0s dan penempatan akses dialysis.
b.
Perawatan biasanya termasuk
penghambat ACE, angiotensin reseptor blocker, atau obat lain untuk tekanan
darah tinggi.
c.
Perubahan dalam diet:
1) Makan diet rendah protein
2) Dapatkan kalori cukup jika kehilangan berat
badan
3) Bebas cairan
4) Batasi garam, kalium, fosfat dan elektrolit
lain.
d.
Pengobatan lain meliputi:
1)
Ekstra kalsium dan vitamin D
2)
Obat-obatan khusus yang disebut
binder fosfat, untuk membantu mencegah tingkat fosfat terlalu tinggi.
3)
Pengobatan untuk anemia,
seperti zat besi tambahan dalam diet, pil zat besi, tembakan khusus dari erythropoietin
obat yang disebut dan transfuse darah (Smeltzer, 2002).
Askepnya nanti menyusul masih sementara dalam pembuatan!!
bukan cuma judul aja yg menarik gan,,
BalasHapusisi nya juga sangat lengkap.
makasih sob,,
sngat bermanfaat,,
saya pasti akan coment postingan berikut nya,,
thankz gan,,
coment back ya gan
terima kasih gan,, udah berkunjung,, saya juga udah berkunjung k4 agan,,
Hapusmohon maaf agan klu kadang kala telat berkunjung,
karena biasa saya sering k4 yang ga ada jaringan internetnya..
harus sering2 minum biar nggak terserang ginjal ...
BalasHapusjangan banyak duduk jg agan,,
Hapushehehehe
iya gan,,,
BalasHapuseh ni ane mau nanya, kalau misalnya pinggang sakit dekat daerah ginjal, kalau kelamaan duduk terasa sakit dan ngilu dan denyut2, terus pas rukuk sholat ( terutama shubuh )kadang nggak sanggup 90 derajat gan, itu gejala ginjal nggak ya??
Udah 3 tahun kayak gitu terus, tapi nggak selalu, ada masa2nya gitu...
sbb. akan lebih bijak jika agan pergi memeriksakan diri ke klinik2 kesehatan yang ada,, karena menentukan suatu penyakit itu harus banyak data2 yang dikumpulkan gan,
Hapusjadi saya berkesimpulan jika agan sering lama duduk dan kurang minum air putih, bisa jadi agan ciri2 batu ginjal,
tapi kesimpulan saya jangan dijadikan patokan gan,, karena seperti yang saya bilang diatas tadi untuk bisa menentukan suatu penyakit harus banyak data gan,,
hehehe..
itulah masalahnya,,,org tua udah nyuruh jug cek, tapi akunya yang kadang malas karena sakitnya hilang timbul gan..hehe...thanks gan
Hapus