Home » , » Askep Tetanus

Askep Tetanus

Askep Tetanus
Baca Konsep Medis Tetanus Klik Disini
Konsep Askep Tetanus

1. Pengkajian
Pengkajian adalah bagian dari proses keperawatan yang terdiri dari pengumpulan data yang tepat untuk memperoleh asuhak keperawatan pada klien. Data yang dikumpulkan adalah data subjektif dan objektif. Metode yang digunakan melalui wawancara, inspeksi, palpasi, perkusi dan auskultasi.
1)  Pemeriksaan Fisik
a)  Keadaan Umum
Keadaan umum pasien mulai saat pertama kali bertemu dengan pasien dilanjutkan sewaktu mengukur tanda-tanda vital
b)  Kesadaran Umum
Pada penderita tetanus biasanya terjadi penurunan kesadaran somnolen.
c)  Pemeriksaan Persistem
  1. Sistem kardiovaskuler: Dikaji dari warna konjungtiva anemis atau tidak, adanya peningkatan vena jugularis atau tidak, ukuran jantung, bunyi jantung, adanya peningkatan tekanan darah atau tidak dan bunyi perkusi jantung dan menghitung frekuensi denyut nadi.
  2. Sistem Penapasan: Dimulai dari bentuk hidung, bentuk dada simetris atau tidak, pergerakan dada, aulkustasi bunyi napas, frekuensi napas, taktil fremitus, bunyi perkusi paru, kembang kempis paru dan adanya pembengkakan atau tidak.
  3. Sistem Pencernaan: Kaji yaitu bentuk mulut dan abdomen simetris atau tidak, warna kulit, adanya pembengkakan atau tidak, frekuensi bising usus, bunyi bising usus, bunyi perkusi abdomen, pergerakan lidah, inspeksi mukosa bibir, lidah, keadaan gigi dan refleks menelan.
  4. Sistem Perkemihan: Kaji ada tidaknya pembengkakan dan nyeri pada pinggang, dan daerah ektremitas bawah. Observasi dan palpasi pada daerah abdomen bawah untuk mengetahui adanya retensi urin, dan kaji tentang keadaan anatomi perkemihan/ genitariunaria bagian luar serta ada tidaknya nyeri tekan dan benjolan. Bagaimana frekuensi pengeluran urin apakah ada nyeri sewaktu miksi/BAK serta bagaimana warna urinnya. 
  5. Sistem Integuman: Kaji keadaan kulit, rambut dan kuku. Pemeriksaan integumen meliputi tekstur, kelembapan, turgor, warna dan fungsi perabaan.
  6. Sistem muskuloskeletal: Kaji derajat Range Of Motion (ROM) dari pergerakan sendi mulai dari kepala sampai anggota gerak bawah, ketidaknyamanan atau rasa nyeri yang dilaporkan klien waktu bergerak, toleransi klien waktu bergerak dan observasi adanya luka pada otot, kaji adanya devormitas sendi dan atrofi otot.
  7. Sistem Pengindraan: Pada umumnya yang perlu dikaji yaitu bentuk, kesimetrisan, ketajaman penglihatan, lapang pandang, konjungtiva anemis atau tidak anemis, sklera icterus atau tidak, adanya odema pada kelopak mata atau tidak, bentuk hidung, warna, adanya sekret atau tidak di hidung, adanya nyeri tekan atau tidak, adanya oedema atau tidak pada hidung, bentuk telinga, adanya oedema atau tidak, adanya nyeri tekan atau tidak. Pada penderita tetanus biasanya tidak terjadi kelainan pada mata, hidung dan telinga.
  8. Sistem Endokrin: Kaji apakah ada pembesaran kelenjar misalnya : pembesaran kelenjar getah bening, kelenjar thyroid
  9. Sistem Reproduksi: Pada umumnya yang perlu dikaji yaitu warna, bentuk, adanya nyeri tekan atau tidak, adanya odema atau tidak.
  10. Sistem Imun: Yang perlu dikaji adalah adanya nyeri tekan atau tidak, adanya oedema atau tidak, pada kelenjar getah bening.
  11. Sistem persarafan: Status mental, kemungkinan adanya gangguan pada orientasi berupa amnesia, perhatian dan perhitungan dapat terganggu dengan adanya acalculia. Pada fungsi bahasa dapat ditemuakan adanya afasia baik motorik maupun sensorik. Tingkat kesadaran menurun, nilai GCS biasanya kurang dari 15. Gangguan fungsi motorik biasanya kontra lateral sehingga menimbulkan fungsi koordinasi dan pergerakan terbatas, menurunya tonus otot, kelemahan tubuh secara umum menyebabkan kordinasi terganggu terutama berdiri dan berjalan, adanya rasa sakit dan terbatas range of motion (ROM).Terdapat refleks patologis berupa refleks babinski negatif sedangkan pada pemeriksaan refleks biasanya normal atau mengalami penurunan. Kemungkian adanya defisit sensori dapat ekstremitas yang paralise. Fungsi Kranial Klik Disini
2.    Diagnosa Keperawatan 
Diagnosa keperawatan yang muncul pada pasien tetanus adalah :
  1. Ketidakefektifan jalan nafas berhubungan dengan akumulasi sekret didalam trakea, kemampuan batuk menurun.
  2. Hipertermi yang berhubungan dengan proses inflamasi dan efek toksin di jaringan otak.
  3. Resiko tinggi kejang berulang yang berhubungan dengan kejang rangsang (terhadap visual, suara, taktil).
  4. Gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan asupan nutrisi yang tidak adekuat.
  5. Resiko tinggi trauma/cedera berhubungan dengan adanya kejang umum.
  6. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan kejang umum.
  7. Gangguan ADL berhubungan dengan adanya kejang umum dan kelemahan fisik.
  8. Gangguan pemenuhan eliminasi urine berhubungan dengan spasme abdomen.
  9. Ansietas berhubungan dengan prognosis penyakit, kemungkinan kejang berulang (Muttaqin, 2008, p. 226). 
3.    Perencanaan
Berdasarkan diagnosa keperawatan yang mungkin muncul pada klien tetanus maka perencanaan yang akan dilakukan untuk masing-masing diagnosa adalah sebagai berikut :
a. Ketidakefektifan jalan nafas berhubungan dengan akumulasi sekret didalam trakea, kemampuan batuk menurun.
Tupan :
Setelah diberikan tindakan keperawatan selama beberapa hari bersihan jalan napas kembali efektif.
Tupen :
Setelah diberikan tindakan keperawatan beberapa hari penumpukan sekret saluran napas berkurang dengan kriteria : pernapasan normal, sesak napas berkurang.
Intervensi :
1)    Kaji fungsi paru, adanya bunya napas tambahan, perubahan irama dan kedalaman, penggunaan otot-otot pernapasan, waran dan kekentalan sputum.
Rasional : Memantau dan mengatasi komplikasi potensial. Pengkajian fungsi pernapasan dengan interval yang teratur adalah penting karen pernapasan yang tidak efektif dan adanya kegagalan, karena adanya kelemahan atau paralisis pada otot-otot interkostal dan diafragma yang berkembang cepat.
2)    Atus posisi fowler atau semifowler.
Rasional: Peninggian kepala tempat tidur memudahkan pernapasan, meningkatkan ekspansi dada dan meningkatkan batuk lebih efektif.
3)    Ajarkan cara batuk efektif.
Rasional: Klien berada pada resiko bila tidak dapat batuk efektif untuk membersihkan jalan napas dan mengalami kesulitan dalam menelan, yang menyebabkan aspirasi saliva dan mencetuskan gagal napas akut.
4)    Lakukan fisioterapi dada, vibrasi dada.
Rasional: Terapi fisik dada membantu meningkatkan batuk lebih efektif.
5)    Lakukan pengisapan lendir dijalan napas.
Rasional: Memudahkan pengeluaran secret dan untuk menjaga kepatenan jalan napas menjadi bersih.
6)    Berikan oksigen sesuai klinis.
Rasional: Memenuhi kebutuhan oksigen dan kepatenan intake oksigen.

b.    Hipertermi yang berhubungan dengan proses inflamasi dan efek toksin di jaringan otak.
Tupan:
Setelah diberikan tindakan keperawatan selama beberapa hari hipertermi teratasi.
Tupen:
Setelah diberikan tindakan keperawatan selama beberapa hari suhu tubuh berangsur-angsur menurun dengan kriteria: suhu tubuh normal 36-37oc.
Intervensi:
1)    Monitor suhu tubuh klien.
Rasional : Peningkatan suhu tubuh menjadi stimulus rangsang kejang pada klien tetanus.
2)    Beri kompres dingin di kepala dan aksila.
Rasional: Memberikan respon dingin pada pusat pengatur panas dan pada pembuluh darah besar.
3)    Pertahankan bedrest total selama fase akut.
Rasional : Mengurangi peningkatan proses metabolisme umum yang terjadi pada klien tetanus.
4)    Kolaborasi pemberian terapi: ATS dan antimikroba.
Rasional : ATS dapat mengurangi dampak toksin tetanus di jaringan otak dan antimikroba dapat mengurangi inflamasi sekunder dari toksin.

c.    Resiko tinggi kejang berulang yang berhubungan dengan kejang rangsang (terhadap visual, suara, taktil).
Tupan:
Setelah diberikan tindakan keperawatan selama beberapa hari resiko kejang berulang tidak terjadi.
Tupen:
Setelah diberikan tindakan keperawatan selama beberapa hari resiko kejang berulang hampir tidak terjadi dengan kriteria: kejang klien berkurang.
Intervensi :
1)    Kaji stimulus kejang.
Rasional: Stimulus kejang pada tetanus adalah rangasang cahaya dan peningkatan suhu tubuh.
2)    Hindari stimulus cahaya, kalau perlu klien ditempatkan pada ruangan depan pencahayaan yang kurang.
Rasional : penurunan rangsang cahaya dapat membantu menurunkan stimulus rangsang kejang.
3)    Pertahankan bedrest total selama fase akut.
Rasional : Mengurangi resiko jatuh/vertigo, sinkop dan ataksia terjadi.
4)    Kolaborasi pemberian : diazepam, fenobarbital.
Rasional : untuk mengurangi dan mencegah kejang.

d.    Gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan ketegangan dan spasme otot mastikatoris, kesukaran menelan dan membuka mulut.
Tupan :
Setelah diberikan tindakan keperawatan selama beberapa hari tidak terjadi perubahan nutrisi.
Tupen :
Setelah diberikan tindakan keperawatan selama beberapa hari berkurangnya perubaha nutrisi dengan kriteria : berat badan sesuai dengan usia, makanan 90% dapat dikonsumsi.
Intervensi :
1)    Pasang dan pertahankan NGT untuk intake makanan.
Rasional : Intake nutrisi yang seimbang dan adekuat akan mempertahankan kebutuhan nutrisi tubuh.
2)    Kaji bising usus bila perlu, dan hati-hati karena sentuhan dapat merangsang kejang.
Rasional : Bising usus membantu dalam menentukan respon untuk makan atau mengetahui kemungkinan komplikasi dan mengetahui penurunan absorbi air.
3)    Timbang berat badan.
Rasional : Mengevaluasi keefektifan atau kebutuhan mengubah pemberian nutrisi.
4)    Kolaborasi pemberian nutrisi yang tinggi kalori dan protein.
Rasional: Suplay kalori dan protein yang adekuat mempertahankan metabolisme tubuh.

e.    Resiko tinggi trauma/cedera berhubungan dengan adanya kejang umum.
Tupan:
Setelah diberikan tindakan keperawatan selama beberapa hari cedera tidak terjadi.
Tupen:
Setelah diberikan tindakan keperawatan selama beberapa hari klien bebas dari cedera yang disebapkan oleh kejang dan penurunan kesadaran dengan kriteria : Klien tidak mengalami cedera apabila terjadi kejang berulang.
Intervensi :
1)    Monitor kejang pada tangan, kaki, mulut dan otot-otot muka lainya.
Rasional : gambaran tribalitas sistem persarafan pusat memerlukan evaluasi yang sesuai dengan intervensi yang tepat untuk mencegah terjadinya komplikasi.
2)    Persiapan lingkungan yang aman seperti batasan ranjang, papan.
Rasional : Pengaman dan alat suction selalu berada di dekat klien melindungi klien bila terjadi kejang.

f.    Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan kejang umum.
Tupan :
Setelah diberikan tindakan keperawatan selama beberapa hari hambatan mobilitas fisik teratasi.
Tupen:
Setelah diberikan tindakan keperawatan selama beberapa hari tidak terjadi kontraktur, footdrop, gangguan integritas kulit, fungsi usus dan kandung kemih optimal serta peningkatan kemampuan fisik dengan kriteria:  skala ketergantungan klien menurun menjadi bantuan minimal.
Intervensi:
1)    Tinjau kemampuan fisik dan kerusakan yang terjadi.
Rasional: mengidentifikasi kerusakan fungsi dan menentukan pilihan intervensi.
2)    Kaji tingkat imobilisasi gunaka skala tingkat ketergantungan.
Rasional : tingkat ketergantungan minimal care (hanya memerlukan bantuan minimal), partiel care (memerlukan bantuan sebagian), total Care (memerlukan bantuan komplit dari perawat dan klien yang memerlukan pengawasan khusus karena resiko cedera yang tinggi).
3)    Berikan perubahan posisi yang teratur pada klien.
Rasional : perubahan posisi teratur dapat mendistribusikan berat badan secara menyeluruh dan memfasilitasi peredaran darah serta mencegah dekubitus.
4)    Pertahankan body alignment adekuat, berikan latihan ROM pasif jika klien sudah bebas panas dan kejang.
Rasional: mencegah terjadinya kontraktur atau foot drop serta dapat mempercepat pengembalian fungsi tubuh nantinya.
5)    Berikan perawatan kulit secara adekuat, lakukan masase, ganti pakaian klien dengan bahan linen dan pertahankan tempat tidur dalam keadaan kering.
Rasional: memfasilitasi sirkulasi dan mencegah gangguan integritas kulit.
6)    Berikan perawatan mata, bersihkan mata dan tutup dengan kain basah sesekali.
Rasional: melindungi mata dari kerusakan akibat terbukanya mata terus menerus.
7)    Kaji adanya nyeri, kemerahan dan bengkak pada area kulit.
Rasional : Indikasi adanya kerusakan kulit dan deteksi dini adanya dekubitus pada area loka yang tertekan.

g.    Gangguan ADL berhubungan dengan adanya kejang umum dan kelemahan fisik.
Tupan :
Setelah diberikan tindakan keperawatan selama beberapa hari ADL terpenuhi.
Tupen:
Setelah diberikan tindakan keperawatan selama beberapa hari ADL berangsur-angsur terpenuhi dengan kriteria: klien mulai dapat melakukan aktivitasnya walau masih butuh bantuan.
1)    Observasi tingkat aktivitas klien.
Rasional: untuk mengetahui sejauh mana tingkat aktivitas klien dan untuk menentukan intervensi selanjutnya.
2)    Bantu aktivitas klien.
Rasional: Mengurangi pengeluaran energi serta dapat terpenuhinya kebutuhan klien.
3)    Dekatkan alat-alat yang dibutuhkan klien.
Rasional : untuk dapat memenuhi kebutuhan klien serta mengurangi terjadinya cedera.

h.    Gangguan pemenuhan eliminasi urine berhubungan dengan spasme abdomen.
Tupan :
Setelah diberikan tindakan keperawatan selama beberapa hair pemenuhan eliminasi urine terpenuhi.
Tupen :
Setelah diberikan tindakan keperawatan selama beberapa hari pemenuhan eliminasi urine berangsur-angsur membaik dengan kriteria : klien dapat berkemih dengan teratur.
Intervensi :
1)    Pantau masukan dan haluaran cairan.
Rasional : untuk mengetahui jumlah masukan dan keluaran cairan.
2)    Kolaborasi dengan tim medis lainya dalam pemasangan kateter.
Rasional : Membantu proses pengeluaran urine.

i.    Ansietas berhubungan dengan prognosis penyakit, kemungkinan kejang berulang
Tupan : setelah diberika tindakan keperawatan selama beberapa hari ansietas teratasi.
Tupen: setelah diberikan tindakan keperawatan setiap hari ansietas berkurang dengan kriteria: mengenal persaanya, dapat mengidentifikasi penyebap atau faktor yang mempengaruhi dan menyatakan ansietas berkurang.
Intervensi :
1)    Kaji tanda verbal dan nonverbal ansietas, dampingi klien dan lakukan tindakan bila menunjukan perilaku merusak.
Rasinal : reaksi verbal/nonverbal dapat menunjukan rasa agitasi, marah dan gelisah.
2)    Jelaskan sebap tejadinya kejang.
Rasional : memberikan dasar konsep agar klien koperatif terhadap tindakan untuk mengurangi kejang.
3)    Hindari konfrontasi.
Rasional : Konfrontasi dapat meningkatkan rasa marah, menurunkan kerja sama, dan mungkin memperlambat penyembuhan.
4)    Mulai melakukan tindakan untuk mengurangi kecemasan beri lingkungan yang tenang dan suasana penuh istrahat.
Rasional: mengurangi ransangan eksternal yang tidak perlu.
5)    Tingkatkan kontrol sensasi klien.
Rasional : kontrol sensasi klien dengan cara memberikan informasi mengenai keadaan klien.
6)    Orientasikan klien terhadap prosedur rutin dan aktivitas yang diharapkan.
Rasional: orientasi dapat menurunkan ansietas.
7) Beri kesempatan kepada klien untuk mengungkapkan ansietasnya.
Rasional : dapat menghilangkan ketegangan terhadap kekhawatiran yang tidak di ekspresikan.
8)    Berikan privasi untuk klien dan orang terdekat.
Rasional : Memberikan waktu untuk mengekspresikan perasaan, menghilangkan ansietas dan perilaku adaptasi.
Anda sedang membaca artikel tentang Askep Tetanus dan anda bisa menemukan artikel Askep Tetanus ini dengan url http://katumbu.blogspot.com/2012/08/askep-tetanus.html,anda boleh menyebar luaskannya atau mengcopy paste-nya jika artikel Askep Tetanus ini sangat bermanfaat bagi teman-teman anda,namun jangan lupa untuk meletakkan link Askep Tetanus sumbernya.

1 komentar:

  1. Senang sekali rasanya membaca postingan ini sobat, sebab bagi saya ini merupakan ilmu pengetahuan yg dapat menambah wawasan dan pengetahuan baru buat saya sobat,
    Terima kasih atas ilmunya ya sob...:D

    BalasHapus