Pages

Dampak Fraktur Terhadap Sistem Tubuh Lain

Dampak Fraktur Terhadap Sistem Tubuh Lainnya
Untuk membaca konsep dasar fraktur Klik disini
Menurut Long, B.C, alih bahasa YIAPKP. (2002), terdapat perubahan-perubahan pada sistem tubuh akibat dari fraktur yaitu :

Perubahan Sistem Muskuloskeletal:
Perubahan muskuloskeletal dipengaruhi oleh aktifitas, kurangnya rangsangan, dan stress menyebabkan penurunan kekuatan otot, masa otot dan atropi. Atropi otot terjadi akibat immobilisasi yang mempengaruhi kurangnya impuls dan motor neuron dan tidak terjadi pelepasan asetilkolin. Sehingga potensial aksi tidak terjadi. Apabila kondisi ini terjadi secara terus-menerus mengakibatkan kelelahan pada otot (kondisi atropi). Kondisi immobilisasi mengakibatkan aktifitas pertumbuhan tulang (osteoblast) dan penghancuran tulang (osteoklast) menjadi terganggu. Aktifitas osteoklast meningkat daripada osteoblast sehingga mengakibatkan matriks tulang rusak dan kalsium terbuang, hal ini pada akhirnya menyebabkan osteoporosis. Jaringan otot yang diganti dengan jaringan penyambung akan menyebabkan persendian menjadi kaku, sehingga tidak dapat digerakan secara maksimal dan cacat yang tidak dapat disembuhkan. Klasifikasi atropik pada jaringan lunak sekitar persendian dapat menyebabkan ankilosis yang menetap pada persendian.

Perubahan Sistem Kardiovaskuler: 
Perubahan sistem kardiovaskuler disebabkan oleh perubahan irama sirkandian, posisi tubuh, kekuatan kontraksi otot jantung dan perubahan endokrin. Perubahan awal setelah fraktur adalah syok, yang bisa berakibat fatal dalam beberapa jam setelah cedera, syok yang timbul adalah syok hipovolemik atau traumatik, akibat perdarahan (baik kehilangan darah exsterna maupun yang tidak kelihatan) dan kehilangan cairan ekstrasel ke jaringan yang rusak, dapat terjadi pada fraktur exstremitas, toraks, pelvis dan vertebra. Karena tulang merupakan organ yang sangat vaskuler, maka dapat terjadi kehilangan darah dalam jumlah yang besar sebagai akibat trauma, khususnya pada fraktur femur dan pelvis. Hal ini dapat menimbulkan nadi cepat, nafas cepat dan dangkal, klien terlihat pucat, konjungtiva pucat, pasien terlihat sangat lemah sampai terjadi penurunan kesadaran. Penanganan meliputi mempertahankan volume darah, mengurangi nyeri yang diderita pasien, memasang pembebatan yang memadai dan melindung pasien dari cedera lebih lanjut.

Peningkatan Beban Kerja Jantung : Immobilisasi dengan posisi horizontal akan meningkatkan aliran balik vena. Darah yang terkumpul di ekstremitas bawah akan kembali kejantung lebih cepat, sehingga beban kerja jantung meningkat. Akibatnya jantung harus meningkatkan isi sekuncupnya. Peningkatan Denyut Nadi : Pengaruh faktor metabolik, endokrin dan mekanisme pada keadaan yang menghasilkan adrenergik, manifestasinya adalah peningkatan denyut nadi. Peningkatan denyut nadi lebih dari 80 x/menit sering ditemukan pada klien immobilisasi.

Orthostatik Hipotensi : Orthostatik hipotensi adalah penurunan tekanan darah kurang dari 15 mmHg, pada saat klien bangun dari posisi tidur. Klien dengan immobilisasi beresiko tinggi untuk mengalami orthostatik hipotensi karena kemampuan sistem syaraf otonom untuk mengatur jumlah darah kurang. Dalam keadaan normal, refleks baroreseptor menimbulkan respon simpatis dengan segera terhadap penurunan tekanan darah arteri bila individu berdiri. Respon simpatis menimbulkan vasokontriksi peripheral untuk mencegah darah mengalir ke ekstremitas bawah dan mempertahankan tekanan arteri, disamping melawan efek gravitasi.

Pengurangan vasokontriksi peripheral ini menyebabkan darah terkumpul di ekstremitas bawah, menurunkan volume darah yang bersirkulasi, menurunkan aliran balik vena sehingga jumlah darah yang dikeluarkan saat diastolik tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan perfusi jaringan otak serta tekanan darah menurun. Akibatnya klien merasa pusing saat bangun bahkan dapat pingsan. Disamping itu kelemahan otot pada klien juga menimbulkan orthostatik hipotensi, kemunduran tekanan darah, mengurangi kegiatan pemompaan otot pada vena ekstremitas bagian bawah akibatnya aliran balik vena menurun sehingga menimbulkan hipotensi.

Plebotrombosis : Plebotrombosis adalah pembentukan thrombus tanpa disertai peradangan pada vena. Posisi tubuh yang horizontal pada waktu yang lama akan mengakibatkan peningkatan proses pembekuan darah, sehingga akan terbentuk thrombus. Terjadinya trombosis disebabkan thrombus yang menyebabkan emboli.

Perubahan Sistem Pernafasan 
  1. Perubahan yang terjadi pada sistem pernafasan akibat fraktur adalah terjadi banyak penyumbatan pada banyak pembuluh darah kecil mengakibatkan tekanan paru meningkat, memungkinkan mengakibatkan gagal jantung ventrikel kanan. Edema dan perdarahan dalam alveoli mengganggu transfor oksigen, mengakibatkan hipoksia, terjadi peningkatan kecepatan respirasi, nyeri dada prekordial, batuk, dispneu dan edema paru akut. Selain itu perubahan yang timbul pada sitem pernafasan adalah respon pernafasan meliputi takipneu, dispneu, krepitasi, mengi, sputum putih kental banyak, gas darah menunjukan PO2 dibawah 60 mmHg, dengan alkalosis respiratori lebih dulu dan kemudian asidosis respiratori. Sinar -X dada menunjukan infiltrat khas “badai salju”. Maka terjadi sindrom distres pernafasan dewasa dan gagal jantung. 2)Pengaturan pergerakan pernafasan akan mengakibatkan adanya retraksi dada akibat kehilangan koordinasi otot. Ekspansi dada menjadi terbatas karena posisi berbaring akibatnya ventilas paru menurun sehingga dapat menimbulkan atelektasis.
  2. Akumulasi sekret pada saluran pernafasan mengakibatkan terjadinya penurunan efisiensi siliaris, sehingga retensi mukosa pernafasan cenderung berakumulasi pada bronkhialis. Sekret menjadi lebih kental dan menganggu kegiatan siliaris dan melekat pada saluran pernafasan. Kelemahan pada otot pernafasan akan menimbulkan mekanisme batuk tidak efektif. Pembersihan jalan nafas yang tidak efektif dapat menimbulkan bronkhopneumonia.
  3. Ketidakseimbangan rasio O2 dan CO2 diakibatkan oleh terjadinya atelektasis pada paru-paru sehingga pertukaran O2 dan CO2 di paru-paru menjadi tidak adekuat.
Perubahan Sistem Persyarafan
Kerusakan syaraf terjadi karena cidera saraf itu sendiri atau karena adanya penekanan oleh gips atau peralatan lain. Kerusakan syaraf ini akan menyebabkan kerusakan fungsi sensorik.
Perubahan Sistem Integumen
Pada sistem integumen terjadi kerusakan pada jaringan kulit, hal ini dikarenakan kulit menjadi robek akibat mencuatnya tulang yang fraktur kedunia luar. Sehingga timbulah luka disekitar permukaan tulang yang mengalami fraktur tersebut. Hal ini nantinya akan meninggalkan jaringan parut setelah terjadi penyembuhan atau pemulihan pada luka bekas pembedahan, menyebabkan terjadi perubahan pada fungsi estetika kulit klien sehingga klien merasa malu dengan orang lain yang melihat dirinya. Sedangkan perubahan yang lain pada sistem integumen adalah efek immobilisasi pada kulit dipengaruhi oleh gangguan metabolisme tubuh. Tekanan yang tidak merata dan terjadi terus-menerus akan menghambat aliran darah sehingga penyediaan nutrisi dan oksigen menurun. Apabila aliran darah menurun akan mengakibatkan iskemik dan akan terjadi nekrosis pada jaringan yang tertekan.
Perubahan Sistem Eliminasi ( BAK dan BAB )
Kenaikan kalsium dalam urine karena tulang yang rusak, kenaikan pH alkalis meningkat acid atrik / asam citrun yang dapat mempresipitasi garam kalsium, air kencing yang statis dalam kandung kencing serta infeksi semuanya dapat menimbulkan masalah. Konstipasi merupakan komplikasi yang sering terjadi akibat immobilisasi, perubahan makan dan minum yang normal, kegiatan yang kurang serta harus menggunakan pispot, merupakan hal yang menambah terjadinya susah BAB.
Pengaruh Terhadap Psikososial
Pasien sering kali merasa ketakutan, khawatir lukanya tidak dapat sembuh dan takut tidak bisa berjalan lagi. Bisanya klien dirawat lama di Rumah Sakit, sehingga dapat menimbulkan perubahan – perubahan kehidupan khususnya hubungan dengan keluarga, pekerjaan dan lingkungan sekitarnya.
Kondisi sistem muskuloskeletal akan mempengaruhi emosi seseorang sebab kondisi tersebut mempengaruhi mobilitas dan ketergantungan seseorang, karena ketergantungan tersebut maka pasien akan kehilangan kekuatan dan hilang rasa aman serta menurunnya harga diri. Seseorang yang mempunyai masalah muskuloskeletal akan merasa jadi asing serta merasa tidak dibutuhkan oleh orang lain.
Gangguan body image, persepsi klien selalu dihubungkan dengan kondisi tubuhnya seperti pemasangan traksi. Disfungsi seksual mungkin terjadi sehubungan dengan depresi dan cemas serta persepsi pasangan pasien dalam melakukan hubungan seksual.
Untuk membaca penatalaksanaan fraktur klik disini

1 komentar: